Grafik Harga Dinar dalam Rupiah dan Dollar

grafik harian

Performa Harga Dinar dalam Jangka Pendek & Panjang

Jumat, 16 Desember 2011

Bayi Jerapah Di Alam Bebas


Oleh Muhaimin Iqbal (geraidinar.com)

Jerapah adalah binatang yang memiliki postur tubuh paling tinggi yang kini masih hidup di muka bumi, tinggi jerapah dewasa berkisar antara 5-6 meter. Panjang kaki jerapah kurang lebih sama dengan panjang lehernya yaitu sekitar 1.8 meter. Seperti pada binatang ruminansia pada umumnya, jerapah melahirkan anaknya dalam posisi berdiri. Maka ketika pertama kali bayi jerapah keluar dari perut induknya, dia jatuh dari ketinggian lebih dari dua meter dan yang biasanya menyentuh tanah duluan adalah punggung atau badannya – tidak kakinya duluan karena kaki-kakinya masih terlalu lemah saat itu.

Di alam bebas, induk jerapah liar memperlakukan bayi yang baru lahir ini dengan sangat keras. Setelah membersihkan cairan yang masih menyelimuti bayi jerapah dengan mulutnya, untuk beberapa saat induk jerapah kemudian akan memandangi bayinya. Bila dia tidak segera bangun dan berdiri, maka ditendangnya bayi yang masih lemah tersebut berulang-ulang sampai dia bangun kemudian berdiri. Ketika bayinya kesulitan berdiri karena kakinya yang kecil dan panjang, setiap berusaha berdiri dia   terjatuh lagi dan lagi, induk jerapahpun akan  menendanginya lagi agar si anak segera kuat dan mulai berlari.

Induk jerapah yang sudah diternakkan di kebun binatang, melahirkan anak jerapah dengan cara yang sama yaitu dalam posisi berdiri.  Yang membedakannya adalah si induk tidak lagi memperlakukan anaknya dengan kasar, dia hanya membersihkan anaknya sebentar kemudian dibiarkan anaknya bangun perlahan-lahan semampunya.  Induk jerapah yang melahirkan di kebun binatang tidak lagi perlu menendang-nendang anaknya untuk secepatnya kuat berdiri dan bisa berlari.

Mengapa terjadi perbedaan kebiasaan ini ?.  Jerapah yang hidup di alam bebas tahu betul bahwa berbagai binatang buas di luar sana gemar sekali mengincar anak jerapah sebagai santapannya - harimau, singa, cheetah dlsb. sudah siap-siap berlomba lari untuk menerkam anaknya yang baru lahir. Maka si induk ingin menterapi anaknya sejak dia keluar dari perut sang induk, bahwa dia harus sigap untuk secepatnya berdiri dan berlari sekuat tenaga sehingga bisa menyelamatkan diri pada saat ada bahaya mengancam.

Induk jerapah yang hidup di kebun binatang juga belajar tentang lingkungannya, dia tidak melihat adanya bahaya yang mengancam bayinya disana – sehingga dia tidak merasa perlu menterapi bayinya secara keras.  Bila anak jerapah yang lahir di kebun binatang ini dilepas ke alam bebas, peluang survive-nya tentu kalah jauh dengan jerapah yang memang sudah lahir di alam bebas tersebut diatas.

Mirip dengan induk jerapah yang hidup di alam bebas tersebut adalah perilaku para transmigran dan imigran. Para transmigran banyak yang kemudian lebih sukses dari masyarakat sekitarnya yang penduduk asli karena sejak menginjakkan kaki di tanah yang baru, dia melihat berbagai ancaman bahaya.

Demikian pula para imigran, mengapa misalnya warga keturunan negeri ini meskipun jumlahnya sedikit mereka sangat dominan dalam penguasaan ekonomi ?. Ya karena orang tua, kakek-nenek dan leluhur mereka seperti jerapah liar yang melihat lingkungannya penuh bahaya, maka mereka menurunkan awareness kepada anak-anak dan keturunannya sejak lahir dengan kehidupan yang keras untuk bisa survive di lingkungan yang baru.

Itu pula yang menyebabkan kebanyakan kita yang bukan keturunan transmigran dan bukan pula keturunan imigran sering kalah bersaing dalam berbagai hal, kesadaran akan adanya bahaya dari luar sana tidak pernah terbangun ketika kita merasa nyaman hidup di bumi kita sendiri. Bahkan dahulu ketika pemerintah mulai menggalakkan transmigrasi, perlawanan itu datang dari budaya masyarakat yang disebut ‘mangan ora mangan yen ngumpul’ – yang akhirnya memang membuat sebagain penduduk negeri ini bener-bener ‘ora mangan’ !

Kita perlu keluar dari comfort zone kita untuk bisa mengasah awareness akan adanya bahaya dari luar sana.  Islam juga memiliki ajaran yang indah tentang ini yaitu ajaran untuk berhijrah !.

Dalam skala makro bahaya yang kita hadapi adalah berbagai kepentingan diluar sana yang sudah berlomba-lomba menterkam segala kekayaan alam dan potensi pasar  yang ada di negeri ini. Untuk sumber dayanya mulai emas, tembaga, minyak, gas dan bahkan sector-sektor pertanian, peternakan dan  perikanan-pun kini sudah sebagiannya diterkam pihak asing.

Untuk pasarnya, mulai dari bahan pangan, daging, susu,telepon genggam sampai makanan cepat saji semuanya juga sudah diterkam pihak asing. Bagi para pemain pasar global, kita ini seperti bayi jerapah yang baru lahir, lemah sehingga mudah diterkam dan empuk pula dagingnya untuk santapan mereka. Kasus antrian ribuan orang untuk membeli telephone canggih - yang sampai menimbulkan sejumlah korban baru-baru ini adalah contoh betapa lezatnya pasar ‘bayi jerapah’ ini. Untuk membeli barang mewah produk impor-pun orang mau mengambil risiko untuk berdesakan dengan ribuan orang lain, padahal peluncuran produk sejenis di negeri asalnya ditanggapi adem –ayem oleh masyarakatnya sendiri.

Dalam skala mikro pada diri kita, kita tidak bisa cepat berdiri dan berlari kencang karena tidak pernah diterapi dengan keras untuk unggul dalam mengolah sumber daya alam dan pasar yang ada di depan mata kita. Sejak SD sampai perguruan tinggi, kita lebih banyak dididik untuk siap jadi pegawai – ketimbang menjadi pengolah sumber daya alam dan penggarap pasar. Kita seperti rajawali yang salah paham, yang mengira bahwa penguasaan kekayaan alam dan penguasaan pasar adalah competency orang lain.

Akan-kah kita biarkan kondisi kita tetap lemah seperti ini sampai anak keturunan kita ? Insyaallah tidak. Kita harus mulai berhijrah dari dalam kebun binatang ke alam bebas, kita harus mulai melatih anak keturunan kita untuk aware akan bahaya yang mengancam dari luar sana. Seluruh bahaya yang siap menerkam berupa penguasaan ekonomi, budaya, politik sampai juga bahaya idiologi harus bisa kita lawan dengan generasi yang kuat dan bisa ‘cepat berlari’. Rumah kita, sekolah-sekolah anak kita dan masjid-masjid kita harus menjadi tempat untuk penggemblengan generasi yang semakin kuat kedepan – seperti generasi anak jerapah yang lahir di alam bebas. InsyaAllah .

0 comments:

Posting Komentar