Grafik Harga Dinar dalam Rupiah dan Dollar

grafik harian

Performa Harga Dinar dalam Jangka Pendek & Panjang

Senin, 06 Februari 2012

Bagaikan Setetes Embun Di Daun Talas


Oleh Muhaimin Iqbal (geraidinar.com)

Bagi kita yang hidup di kota-kota besar seperti Jakarta, kita tidak pernah bisa lagi menikmati kesejukan pagi dengan embun-embunnya. Beruntung saya pagi ini berada jauh sekali dari Jakarta, sehingga saya bisa lebih mudah memahami betapa ada dunia lain yang dahulu pernah ada – yang dahulu merupakan bagian dari kehidupan pagi hari kita. Salah satu dari keindahan pagi itu adalah apabila kita bisa menyaksikan embun-embun pagi yang menempel di dedaunan, dan lebih indah lagi untuk embun yang tidak bisa menempel – yang kemudian bahkan menjadi peribahasa yang banyak kita kenal sejak kecil  ‘Bagaikan Setetes Embun Di Daun Talas…’.

Peribahasa tersebut adalah untuk sesuatu yang mudah berubah, indah tetapi tidak bertahan lama. Peribahasa ini bisa digunakan untuk apa saja, bisa untuk suatu hubungan, bisa untuk pekerjaan, bisa untuk suatu ide atau pendirian dan bahkan bisa pula untuk hidup itu sendiri.

Dahulu sewaktu saya bekerja di perusahaan orang lain, hanya beberapa tahun saja saya merasakan nyaman sebagai karyawan. Selebihnya sebagai direksi, tidak lagi ada kenyamanan itu karena direksi adalah semacam ‘karyawan kontrak’ yang diangkat dari satu periode ke periode lainnya. Setiap pergantian periode inilah perasaan ‘ Bagaikan Setetes Embun Di Daun Talas’ itu muncul kembali.

Bayangkan suasana kejiwaan di waktu-waktu tersebut, orang lain melihatnya indah – berada di puncak karir dari industry yang perkasa – tetapi seperti embun tadi pula, sayanya sendiri merasa sangat tidak nyaman. Bayangkan pula bila Anda di posisi saya pada waktu-waktu tersebut, lagi menjadi embun di atas daun talas, angin bertiup sedikit saja embun ini bergulir kesana kemari, kadang bisa bertahan – tetapi tentu tidak selamanya.

Apa yang terjadi pada hari ‘H’ ketika embun tersebut tidak lagi bisa bertahan diatas daun talas ?. Ketika daun bergoyang tertiup angin, si embun sedikit demi sedikit menggelinding ke ujung daun. Di ujung daun dia melihat kebawah, waktunya dia jatuh – dia siap ber transformasi, tidak lagi menjadi embun tetapi menjadi percikan air yang tidak terhitung jumlahnya.

Orang tidak lagi melihat keindahannya sebagai embun, lantas menjadi apa embun tersebut ketika jatuh ke tanah ?. Tergantung dari tanah tempat dia jatuh, bila dia jatuh pada tanah yang subur – maka embun yang telah menjadi percikan air ini akan ikut menambah kesuburan lahan dan ikut menumbuhkan tanaman-tanaman di atasnya. Sebaliknya bila dia jatuh ke tanah yang gersang,  dia akan habis tertelan tanah.

Hidup inipun seperti embun di atas daun talas tadi, meskipun indah – tetapi jelas tidak  lama sama sekali. Cepat atau lambat kita akan bergulir sampai ke ujung daun, kemudian bila dilihat dalam gerakan slow motion – kita jatuh dan berubah bentuk – menjadi percikan air yang ditelan tanah.

Menjadi apa kita di dalam tanah sana ?, tergantung pada amal perbuatan kita. Kondisi hidup abadi kita di alam sana, sangat tergantung dengan bekal yang kita persiapkan pada waktu yang sangat pendek – yaitu ketika menjadi embun diatas daun talas tadi.

Maka ketika kita masih menjadi embun, tergulir ke sana kemari dan tertiup angin – tidak menjadi masalah bila itu semua kita lakukan dalam rangka menyiapkan diri untuk setiap saat siap jatuh ke tanah dan menjalani hidup yang sesungguhnya, hidup yang abadi di alam sana. InsyaAllah.

0 comments:

Posting Komentar